Indonesian President Joko Widodo (C) arrives for a press conference after the country's presidential and legislative elections on April 17, 2019. Photo: AFP/Goh Chai Hin

Dengan kekuatan status nya sebagai petahana serta banyaknya jumlah suara dari sesama masyarakat Jawa yang membuat perbedaan paling nyata pada dirinya, Joko Widodo tampak memimpin di depan lawannya, Prabowo Subianto, dalam pilpres yang diadakan di Indonesia pada hari Rabu.

Hasil perhitungan cepat dan jajak pendapat selepas pilpres – yang telah terbukti akurat di beberapa pemilu sebelumnya – menunjukkan Presiden Joko Widodo memimpin dengan jumlah suara sekitar 55 persen, yaitu sekitar 10 persen diatas lawannya yang mendapatkan sekitar 45 persen suara pemilih, setelah kampanye yang dilakukan sebelum pemilu berjalan damai namun diwarnai dengan hal-hal berbau isu keagamaan dan identitas politik ditengah-tengah sebanyak 193 juta pemilih yang memenuhi syarat di penjuru Indonesia.

Hal tersebut juga digaris-bawahi bukan saja oleh pilihan Widodo atas ulama konservatif Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presidennya, tetapi juga oleh kunjungan eksklusifnya pada malam sebelum pemilu ke tempat suci di dalam Ka’bah, yang merupakan pusat di masjid paling suci dalam agama Islam, yang terletak di Mekah, Arab Saudi.

Meskipun pemilihan presiden dan legislatif yang diadakan secara serempak pada hari Rabu merupakan pemilihan umum terbesar di dunia yang dilaksanakan dalam satu hari saja, pemilu kali ini juga yang paling mudah diakses, dengan 805.000 tempat pemungutan suara yang masing-masing melayani rata-rata 200 pemilih, dibandingkan dengan 600 pemilih untuk setiap TPS nya pada pemilu 2014.

Dalam pileg sendiri, partai penguasa sekaligus pengusung Jokowi, PDI-P, tampak memimpin dalam apa yang dapat menjadi kemenangan mereka yang terbesar dalam perolehan kursi di DPR semenjak dimulainya era baru pemilihan umum secara demokrasi di tahun 1999.

Partai Gerindra dibawah Prabowo juga menikmati keuntungan yang sama dengan adanya seorang calon presiden yang diusung mereka, membuat partai tersebut berhasil mendapatkan posisi kedua dalam perolehan kursi, mengalahkan Golkar, dan ini secara otomatis kembali menyediakan peluang besar untuk mengusung calon untuk pilpres 2024 nanti.

Tanpa pewaris yang jelas, Jokowi mungkin hanya memiliki dua tahun untuk mencetak peninggalan sebelum ia kehilangan kuasa nya dan perebutan pun di mulai untuk menemukan calon penggantinya di antara generasi baru, yang kemungkinan akan mengikutsertakan cawapres no. urut 2, Sandiaga Uno.

Beberapa sumber memberitahukan kepada Asia Times bahwa sang presiden petahana sudah mempertimbangkan perombakan kabinet segera setelah hasil pemilihan resmi diketahui awal bulan depan, yang akan memberinya landasan awal untuk melanjutkan kepemimpinannya ketika pemerintahan barunya dibentuk Oktober mendatang.

Widodo mungkin tidak terlalu puas karena gagal mencapai 60% suara – target yang dipenuhi oleh pendahulu nya Susilo Bambang Yudhoyono dalam memenangkan masa jabatan kedua pada tahun 2009 – mengingat kekecewaan yang dia tunjukkan ketika lembaga survei mengatakan dia tidak akan menang telak.

Analis dari Universitas Nasional Australia yang bernama Marcus Mietzner mengatakan bahwa sementara pemilu kali ini sebagian besar semata-mata merupakan ulangan dari apa yang terjadi pada tahun 2014, pemilu 2019 mencerminkan tren yang mengisyaratkan polarisasi yang tumbuh antara jantung Jawa dan pulau-pulau lainnya – khususnya Sumatera dan Sulawesi.

Jokowi mendapatkat mayoritas suara di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang padat penduduknya, dengan memenangkan sebanyak 76 dan 65 persen di masing-masing provinsi, dibandingkan dengan 66 dan 53 persen yang diraihnya di kedua provinsi yang dimaksud pada pilpres sebelumnya, menentang prediksi kompetisi yang ketat di Jawa Timur.

Mietzner menggambarkan tanah longsor virtual yang terjadi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi massa Muslim moderat yang telah memperingatkan Widodo Agustus lalu untuk mengganti kandidat wakil presiden favoritnya, Mahfud MD, dengan ulama konservatif dan anggota NU Ma’ruf Amin.

Alhasil, langkah kontroversial itu menyebabkan kepemimpinan NU memobilisasi aparaturnya yang tangguh di belakang sang presiden petahana, dengan pesantren-pesantren utama di tempat-tempat seperti Situbondo di pantai timur laut Jawa beralih dari kesetiaan mereka sebelumnya dan meninggalkan Prabowo.

Original: Widodo glides to a second term in Indonesia

Join the Conversation

3 Comments